NEWS !!! Ini Penjelasan Kapuspen TNI Soal Puisi yang Dibacakan Panglima TNI
Info NEWS : TNI mengatakan pembacaan puisi
oleh oleh Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo di acara Rapat Pimpinan
Nasional (Rapimnas) Partai Golkar adalah bentuk potret kondisi kebangsaan saat
ini.
Penegasan ini karena belakangan pembacaan puisi oleh
Panglima TNI ini beredar berita di media sosial. Sehingga terjadi
kesimpang-siuran terkait pembacaan puisi karangan Deni JA, berjudul 'Tapi Bukan
Kami Punya' tersebut.
Kapuspen TNI Mayjen TNI Wuryanto mengatakan, seolah-olah
Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo membacakan puisi tersebut secara
lengkap, saat pembekalan peserta Rapimnas Golkar di Hotel Novotel Balikpapan
Senin, 22 Mei 2017 lalu.
“Untuk menghindari
salah persepsi pembacaan puisi tersebut, perlu saya jelaskan bahwa pada saat itu, Panglima TNI hanya membacakan
potongan puisi," kata Kapuspen TNI Mayjen TNI Wuryanto, di Jakarta Timur,
Selasa (23/5).
Kapuspen TNI menegaskan pembacaan sepotong puisi tersebut
untuk memberikan gambaran tentang Kebangsaan. Hal ini sesuai tema kepada
peserta Rapimnas Golkar. Pernyataan Kapuspen TNI ini untuk menjawab
kesimpang-siuran publik di media sosial.
"Video puisi tersebut dipublikasikan Puspen TNI melalui
website www.tni.mil.id," terangnya.
Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo menghadiri Rapimnas
Partai Golkar di Balikpapan, Kalimantan Timur, Senin (22/5/2017).
Dalam kesempatan itu, Gatot memaparkan materi dengan tema
'Menjaga Keutuhan Bangsa'.
Dirinya juga membacakan puisi berjudul 'Tapi Bukan Kami'
karya Denny JA.
Lewat potongan video yang diupload Denny JA di akun twitter
dan facebooknya, dia menuliskan soal isu ketidakadilan sosial yang relevan
dengan kondisi saat ini.
Antara lain bunyinya: Desa semakin kaya tapi bukan kami
punya. Kota semakin kaya tapi bukan kami punya.
Denny mengaku mendapatkan video itu dari Nurul Arifin, Ketua
DPP Golkar bidang komunikasi dan media.
"Saya senang jika semakin banyak pemimpin membaca
puisi," kata Denny.
Dirinya lalu mengutip ucapan John F Kennedy yang terkenal,
'Jika saja semakin banyak politisi membaca puisi, dan semakin banyak penyair
tahu politik, dunia akan lebih baik'.
Lebih lanjut Denny juga mengapresiasi Jenderal Gatot yang memang
peka dengan batin masyarakat.
"Tentu Jenderal
Gatot juga merasa isu ketidak adilan sosial adalah penyakit masyarakat,"
katanya.
Berikut puisi lengkap 'Tapi Bukan Kami Punya' yang dibacakan
Gatot:
Sungguh Jaka tak mengerti
Mengapa ia dipanggil polisi
Ia datang sejak pagi
Katanya akan diinterogasi
Dilihatnya Garuda Pancasila
Tertempel di dinding dengan gagah
Terpana dan terdiam si Jaka
Dari mata burung garuda
Ia melihat dirinya
Dari dada burung garuda
Ia melihat desa
Dari kaki burung garuda
Ia melihat kota
Dari kepala burung garuda
Ia melihat Indonesia
Lihatlah hidup di desa
Sangat subur tanahnya
Sangat luas sawahnya
TAPI BUKAN KAMI PUNYA
Lihat padi menguning
Menghiasi bumi sekeliling
Desa yang kaya raya
TAPI BUKAN KAMI PUNYA
Lihatlah hidup di kota
Pasar swalayan tertata
Ramai pasarnya
TAPI BUKAN KAMI PUNYA
Lihatlah aneka barang
Dijual belikan orang
Oh makmurnya
TAPI BUKAN KAMI PUNYA
Jaka terus terpana
Entah mengapa
Menetes air mata
Air mata itu IA YANG PUNYA
Masuklah petinggi polisi
Siapkan lakukan interogasi
Kok Jaka menangis?
Padahal ia tidak bengis?
Jaka pemimpin demonstran
Aksinya picu kerusuhan
Harus didalami lagi dan lagi
Apakah ia bagian konspirasi?
Apakah ini awal dari makar?
Jangan sampai aksi membesar?
Mengapa pula isu agama
Dijadikan isu bersama?
Mengapa pula ulama?
Menjadi inspirasi mereka?
Dua jam lamanya
Jaka diwawancara
Kini terpana pak polisi
Direnungkannya lagi dan lagi
Terngiang ucapan Jaka
Kami tak punya sawah
Hanya punya kata
Kami tak punya senjata
Hanya punya suara
Kami tak tamat SMA
Hanya mengerti agama
Tak kenal kami penguasa
Hanya kenal para ulama
Kami tak mengerti
Apa sesungguhnya terjadi
Desa semakin kaya
Tapi semakin banyak saja
Yang BUKAN KAMI PUNYA
Kami hanya kerja
Tapi mengapa semakin susah?
Kami tak boleh diam
Kami harus melawan
Bukan untuk kami
Tapi untuk anak anak kami
Pulanglah itu si Jaka
Interogasi cukup sudah
Kini petinggi polisi sendiri
Di hatinya ada yang sepi
Dilihatnya itu burung garuda
Menempel di dinding dengan gagah
Dilihatnya sila ke lima
Keadian sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Kini menangis itu polisi
Cegugukan tiada henti
Dari mulut burung garuda
Terdengar merdu suara
Lagu Leo kristi yang indah
Salam dari Desa
Terdengar nada:
“Katakan padanya padi telah kembang
Tapi BUKAN KAMI PUNYA”
Sumur-Rol-Tribun